Tuesday, May 10, 2011

FF#4\ Harmonic Chords Love, Ep.4


            FF#4\ Harmonic Chords Love, Ep. 4
Cast :   Jung Seung Ri a.k.a. Seungri
            Lee Jong Hyun a.k.a. Jonghyun
            Henry Lau a.k.a. Henry
Jonghyun POV
“Wajahmu… hmph,” kata yeoja di depannya tersendat-sendat menahan tawa, “LUCU! Bwahahahaha….”
Aku mendengus mendengar jawaban darinya. Kukira ada hal apa, tak tahunya…
TIK! Setitik air jatuh di hidungku. Aku langsung berdiri dan menengadahkan wajahku. Hmmm, ternyata memang mau turun hujan. Segumpalan awan kelabu gelap mulai bertiup ke arahnya dengan cepat. Mengapa aku tidak menyadarinya dari tadi? Aku pun mulai berjalan meninggalkan tempat favoritku. Aku memang suka hujan, tapi aku tidak suka kehujanan.
“Hei! Tunggu!” seru yeoja tadi di belakangku. Astaga, bagaimana aku bisa lupa akan dirinya? Aku pun langsung menghentikan langkahku.
“Maafkan aku.”
Eh? Aku tak salah dengar kan? Untuk apa dia meminta maaf?
“Aku bukannya ingin menertawaimu, tapi tadi wajahmu memang benar-benar lucu jadi aku tidak bisa menahan diriku,” jelas yeoja itu seperti bisa membaca pikiranku. “Kau… marah ya?” ucapnya pelan.
Aku memandang yeoja itu dalam diam. Kini ia berdiri gelisah di depanku dengan wajah takut-takutnya. Hmmm, lucu juga. Aku jadi ingin sedikit mengerjainya.
“Ngg.. kenapa kau memandangiku seperti itu?” tanya yeoja itu malu-malu. Aku tak menjawab pertanyaannya melainkan mulai berjalan mendekatinya.
“Hei, hei, apa yang ingin kau lakukan?!” pekik yeoja itu mulai panik. Ia mulai mudur selangkah demi selangkah mendekati dinding. Saat tubuhnya sudah menekan dinding, ia mulai ketakutan. Aku semakin mendekatkan wajahku padanya. Saat ia mulai menutup matanya aku mencubit pipinya dengan kedua tanganku. Yeoja itu kaget dan membuka matanya.
“Neomu baboya! Memangnya siapa yang marah padamu?” ucapku sambil berbalik meninggalkan yeoja tadi. Aku pun tersenyum puas karena telah berhasil mengerjainya.
Jonghyun POV end
Seungri POV
Dahiku berkerut. Ada apa sih orang-orang ini? Kulirik lagi sekelilingku. Tuh, kan. Mereka sedang memperhatikanku. Ada yang salah denganku? Kupastikan tidak ada benda lucu apapun yang melekat di pakaianku, kaus kakiku pun masih satu warna, dan aku ingat betul kalau rambutku sudah tersisir rapi. Lalu apa?
Tunggu dulu, jangan-jangan…. Astaga! Jangan bilang ini karena Henry. Masa’ karena hal itu lagi sih? pikirku gusar. Kupustuskan untuk berjalan cepat (hampir lari malah) menjauh dari para yeoja sinting itu. Tapi kemana ya? Kelas pertamaku akan dimulai sekitar 2 jam lagi, masa’ aku harus menunggu di kelas selama itu? Tadinya aku datang lebih cepat karena ingin belajar di perpustakaan kampus, bukannya sok rajin atau apa, tapi aku senang berada di tempat itu, karena tempatnya yang nyaman dan refrensi bukunya yang luar biasa lengkapnya. Tapi niat baik itu langsung hancur karena para yeoja sinting tadi.
Ah, sudahlah! Lebih baik aku belajar di kelas saja. Walaupun aku agak kurang nyaman berada di ruangan seluas itu sendirian tapi itu jauh lebih baik daripada dihujami pandangan tidak mengenakkan dari segala arah.


Sret, sret.
“…!” refleks, aku langsung menengok ke belakang. Apa itu tadi? Kuedarkan sekali lagi pandanganku ke sekeliling kelas. Tapi tetap saja hasilnya sama, kelas ini masih tetap kosong seperti 1 jam yang lalu. Oh, tidak sepenuhnya kosong, karena ada aku di kelas ini.
Sret,sret.
Ah, bunyi itu lagi. Sudahlah, pasti itu hanya khayalanku saja. Aku memang agak phobia jika sedang sendirian seperti sekarang, tapi sudah tidak separah dulu. Dulu, aku sama sekali tidak berani berada dalam ruangan sendiri seperti ini, terang maupun gelap, besar ataupun kecil. Ah, sudahlah! Belajar saja!
Beberapa menit kemudian berjalan dengan tenang tanpa ada suara yang menggangguku. Pluk! Stabilloku jatuh. “Ah, pakai jatuh segala…” gumamku malas sambil membungkuk untuk mencari stabilloku yang jatuh. Tapi sialnya, stabillo itu tak kunjung ketemu.
“Aish! Kemana sih kau?! Menyusahkan saja…” gerutuku.
“Ini,” ujar seseorang sambil mengulurkan stabilloku.
“Goma… AAAAAAAAA!!” jeritku sejadinya. “Henry?! Sejak kapan kau disini?”
“Aku sudah lama berada disini,” jawabnya malas, “bahkan sebelum noona masuk ke kelas ini.”
“Eh? Tapi kenapa aku tidak melihatmu? Ada dimana kau?”
“Disini,” ucap Henry sambil menunjuk kursi yang sedang didudukinya, yang berada dua baris dibelakangku. “Saat noona masuk, aku sedang tidur, pantas saja noona tidak melihatku,” lanjutnya.
 “Oooohh,” aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Kuperhatikan Henry yang kini duduk di sampingku. Hmmm, kelihatan sekali ia baru bangun tidur. Matanya sangat kuyu, rambutnya berantakan, dan ia tak berhenti menguap. Dan kalau diperhatikan lagi, ada lingkaran hitam di sekeliling matanya, walau hanya samar-samar. Aku jadi kasihan melihatnya.
Kruuuyuk!
“Ah, aku punya sesuatu untukmu...” ucapku sambil menahan senyum melihat ekspresi Henry. Ia menunduk malu dengan pipinya yang memerah sambil memegangi perutnya. “Ini,” kataku sambil menyerahkan bekal buatanku sendiri.
“Untukku?” tanyanya.
“Iya. Memangnya untuk siapa lagi? Kau lapar, ‘kan?” kataku, “Sudahlah, makan saja. Nanti kau sakit lagi.”
“Gomawo, noona,” ucapnya sambil tersenyum kecil. Henry pun mulai makan dengan lahap. Astaga, tak kusangka dia selapar ini. Ini memang bekalku yang luar biasa enak, atau memang dia yang luar biasa lapar? Sepertinya yang kedua. Tak lama kemudian, kotak makanku sudah bersih dari makanan. Bahkan sebutir nasi pun tidak tersisa.
“Gomawo, noona!” ucap Henry begitu selesai makan. Wajahnya sudah tidak sekuyu tadi. “Boleh aku minum itu?” tanyanya sambil menunjuk botol minumanku. Aku hanya sanggup mengangguk saking terkejutnya melihat nafsu makan Henry saat ia kelaparan. Selanjutnya, seperti yang kuperkirakan, minumanku hampir habis diminum Henry. Ia meminum setengah botol minumanku hanya dengan sekali teguk.
“Astaga, Henry…. apa yang membuatmu sampai kelaparan seperti itu?” tanyaku heran.
“Kemarin siang aku langsung dijemput oleh supir ibuku. Aku harus tampil di acara ulang tahun kolega ibuku kemarin. Acara itu selesai larut sekali dan aku ingat kalau hari ini ada kelas pagi. Jadi aku memutuskan untuk tidur di kelas saja, karena aku pasti akan ketiduran jika harus pulang dulu,” papar Henry panjang lebar.
“Jadi kau belum makan lagi sejak kemarin siang?” tanyaku kaget.
Henry mengangguk.
“Tapi kenapa kau tidak makan di acara ulang tahun teman ibumu? Pasti ada banyak makanan di pesta, kan?”
“Tidak sempat. Aku datang terlambat, sehingga hanya sempat mengiringi orkes kecil di pesta itu,” jawabnya.
Aku menghela nafas berat. Astaga, kasihan sekali dongsaengnya ini. Dari ceritanya, sepertinya ia sangat tersiksa kemarin. Tanpa kusadari, aku terus saja menatapnya.
“Hei! Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu!” sergah Henry kesal. Mau tak mau aku tertawa melihat wajah kesalnya. Aku pun mengacak-acak rambutnya gemas.
“Hei, hei, apa yang kau…” gumam Henry sambil menepis tanganku.
“Sudah. Sana cuci mukamu! Sebentar lagi kelas akan dimulai, dan tidak mungkin kau masuk kelas dengan wajah kusut begitu,” ujarku.
“Ne, eomma,” gumamnya.
“Apa kau bilang?” kataku cepat.
“Ah, ani. Aku tidak bilang apa-apa,” sahutnya sebelum meninggalkan ruangan.
Seungri POV end

No comments: