Annyeong! ^^
Belakangan ini saya lagi kecanduan bikin FF, jadi saya kepikiran buat share FF saya yang pertama di blog saya yang pertama. karena saya masih sangat amatir dalam membuat FF, tolong kasih tau kekurangannya, ya!
FF#2\ Life, Love, and Friendship in Seoul
Cast : Han Eun Jung a.k.a. Eunjung
Lee Tae Min a.k.a. Taemin
Kim Jong Hyun a.k.a. Jonghyun
Kim Ki Bum a.k.a. Key
Lee Jin Ki a.k.a. Onew
Choi Min Ho a.k.a. Minho
Author POV
Eunjung menghembuskan nafas panjang. ia berjalan memasuki kamar kecilnya dengan sangat lambat lalu menutup pintu kamarnya dengan sangat perlahan. Tidak biasanya ia selesu ini. Ia bahkan tidak langsung berganti pakaian seperti biasanya, melainkan bersandar di balik pintu kamarnya dan terduduk lemas setelahnya.
Eunjung menekan dadanya erat, tepat di jantungnya. Entah mengapa, dadanya terasa sesak sekali. Ia ingin melupakan kejadian yang baru terjadi beberapa jam yang lalu. Tetapi otaknya tidak mengizinkan. Yang terjadi justru sebaliknya. Dengan sangat jelas, Eunjung bisa mengingat semua detail kejadian buruk yang baru saja menimpanya. Seolah-olah ia kembali ke masa lalu.
Author POV end
Eunjung POV
“Huh! Kenapa aku harus kebagian shift malam disaat pekan ulangan seperti ini?” keluhku sore itu.
“Hahaha, jangan mengeluh melulu, Seungri-ssi! Kau masih sangat muda, tidak baik mengeluh terus!” ucap Ryu-ahjussi yang sedang mencatat pemasukan hari ini. Beliau sudah lama kerja di pom bensin ini, dan sudah kuanggap seperti ayahku sendiri. Walaupun umurnya sudah lama menginjak kepala 4, beliau sangat berjiwa muda. Buktinya, ia bisa nyambung mengobrol denganku tentang kehidupan sekolahku.
“Ha, ha, ha,” tawaku hambar. “Gampang ahjussi bilang seperti itu, ahjussi kan sudah tidak sekolah lagi? Besok aku ada ulangan fisika dan gegografi, tetapi aku belum belajar sama sekali. Ditambah lagi aku belum membuat essay bahasa inggrisku, bagaimana nasibku besok?” ucapku lemas, menyadari banyaknya tugasku yang belum kukerjakan.
“Lho? Bukankah itu semua keahlianmu? Dengan otakmu itu, bukankah kau bisa dengan mudah mendapat nilai sempurna? Dan aku yakin, hanya dengan beberapa jam kau bisa menyelesaikan essaymu,” sahut Ryu-ahjussi bingung.
“Jangan terlalu yakin,” ucapku pelan. Ingatanku kembali pada kejadian sehari yang lalu. Ya, saat kepala sekolahku mengabarkan kabar buruk itu.
“Ya! Eunjung-ah! Mengapa kau melamun?” seru Ryu-ahjussi membuyarkan lamunanku. “Kau sedang ada masalah?” tanyanya sambil menghampiriku.
Aku mendongak melihatnya. Dan kulihat wajah tua tapi bijaksana itu sedang menatapku dengan tatapan lembutnya. Sesaat, aku merindukan ayahku.
“Ceritakanlah.” Ryu-ahjussi kini duduk disebelahku dan menghentikan kegiatannya semula. Aku pun menggangguk.
“ng… ahjussi tahu kan, kalau aku bisa bersekolah di sekolahku sekarang karena menerima beasiswa?” tanyaku memulai percakapan.
Beliau mengangguk.
“Nah, kemarin aku dipanggil kepala sekolahku. Dan ia berkata…” ucapku menggantung, tak kuat untuk mengatakannya. “… dan dia berkata, kalau prestasiku akhir-akhir ini menurun drastis. Dan, kalau aku tidak bisa menjaga prestasiku seperti semula, maka aku … “ ucapku tersendat, berusaha untuk menahan air mata yang sudah mau jatuh. “… maka beasiswaku akan dicabut,” ucapku pelan.
“Padahal ayah dan ibuku sudah cukup kerepotan untuk menyekolahkan adik-adikku yang masih kecil di desa, ditambah lagi harus membiayai biaya hidupku yang lumayan mahal di Seoul, sementara aku? Mempertahankan prestasiku saja aku tidak bisa, aku memang anak yang tak berguna!” ucapku meracau sendiri. Setitik air mataku jatuh tanpa bisa kutahan. Dadaku sesak dengan rasa bersalah pada keluargaku yang sudah bersusah payah mengusahakan agar aku bisa bersekolah di Seoul.
“Ssshh, tenanglah,” ucap Ryu-ahjussi menenangkanku sambil mengusap-usap kepalaku. Kalau sudah begini, aku benar-benar merasa seperti menjadi anak kandungnya, padahal kami tidak ada hubungan darah sama sekali. Aku semakin rindu dengan ayahku di desa. Biasanya ia yang selalu menghiburku disaat aku sedang sedih. Isak tangisku pun semakin keras tanpa bisa kutahan.
“Eunjung, dengarkan baik-baik. Kau sama sekali bukan anak yang tidak berguna. Justru kau anak yang sangat berguna bagi keluargamu. Kau bisa bersekolah di SMA ternama di Seoul, mendapat beasiswa pula! Kau bisa hidup sendiri di tengah kehidupan ibukota yang sangat keras tanpa bergantung pada siapa pun. Kau lihat? Tidak semua anak mampu melakukan apa yang kau lakukan. Kalau aku menjadi orangtuamu, aku pasti akan bangga sekali memiliki anak semandiri dirimu,” kata Ryu-ahjussi panjang lebar.
“Kalau belakangan ini prestasimu menurun, itu wajar. Sekarang kau tengah menempuh tahun terakhirmu di bangku SMA, tentunya kegiatanmu sangat banyak. Ditambah lagi, kau harus bekerja sepulang sekolah seperti ini, berarti beban yang kau pikul dua kali lebih berat dari siswi SMA pada umumnya. Kau tidak usah memikirkan jika beasiswamu dicabut, kau cukup lakukan yang terbaik yang kau bisa dan berusaha sekeras mungkin. Tapi jangan terlalu memaksakan dirimu juga. Ingat, semandiri apapun dirimu, kau tetap seorang siswi SMA biasa. Mengerti, Eunjung?”
Aku tersenyum simpul mendengar nasihat Ryu-ahjussi yang sangat panjang. Tetapi, walau bagaimanapun, aku sangat menghargainya. Karena itu aku pun mengangguk sambil tersenyum lebar ke arahnya.
“Terima kasih, ahjussi! Anda mau mendengarkan keluh kesahku. Hmm, aku mau cuci muka dulu ah, biar segar!” seruku sambil melompat berdiri dan menuju kamar kecil sambil berlari-lari kecil seperti anak kecil.
Ryu-ahjussi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu.
Eunjung POV end
hehehehe, gimana FF saya? tolong commentnya ya?^^ oh ya, gomawo udah mau baca FF saya
NB: FF ini murni hasil imajinasi saya, jadi ini cuma karangan fiksi saja. kalau ada kesamaan nama, tempat, atau situasi, itu murni ga disengaja
No comments:
Post a Comment