FF#2\ Life, Love, and Friendship in Seoul
Cast : Han Eun Jung a.k.a. Eunjung
Lee Tae Min a.k.a. Taemin
Kim Jong Hyun a.k.a. Jonghyun
Kim Ki Bum a.k.a. Key
Lee Jin Ki a.k.a. Onew
Choi Min Ho a.k.a. Minho
Taemin POV
Taemin POV
Aku bingung. Eunjung kelihatannya sudah sangat kelelahan. Aku bisa saja berlari sendiri dan meninggalkannya, seperti yang ia katakan. Toh, hanya aku yang mereka inginkan. Tapi selanjutnya bagaimana? Kalau para fans itu menyadari Eunjung tadi bersamanya, lalu mereka iri? Aku takut Eunjung akan dicelakai oleh mereka.
Aku melihat ke belakangku. Para fans itu semakin mendekat. Aku lalu menoleh ke arah Eunjung yang sedang memegangi kakinya. Ah, sudah tidak ada waktu lagi untuk berfikir.
“Maafkan aku, Eunjung,” gumamku saat aku menggendong Eunjung di punggungku. Aku pun segera berlari dari situ. Aku harus cepat menemukan tempat untuk bersembunyi. Tapi, kemana aku harus bersembunyi?
“Hei! Apa yang kau lakukan?!” pekik Eunjung kaget.
“Sudah, diam saja. Aku jadi susah berlarinya jika kau bergerak-gerak terus seperti itu,” ucap Taemin. Ia lalu menyadari sesuatu. “Hei! Ini kan sekolahmu, kau pasti tahu ini! Dimana tempat kita bisa bersembunyi?”
“Bersembunyi? Ng…” gumam Eunjung tampak sedang berfikir. “Ah! Aku tahu! Kita ke gedung olahraga, di belakangnya ada gudang tak terpakai, disana sepi sekali.”
“Bagus, hh,hh,” gumamku sedikit terengah. Pastinya tidak mudah membawa seorang gadis di punggungmu sambil terus berlari. “Tunjukkan.”
Taemin POV end
Eunjung POV
“Itu! Disana! Ke kanan, oppa!” seruku bersemangat. Tinggal sedikit lagi, dan kami akan bebas dari fans gila itu. Taemin pun segera mempercepat langkahnya dan segera masuk ke gudang tua yang kutunjuk.
“Hhhh, akhirnya… bebas juga,” gumamku begitu turun dari punggung Taemin. “Oppa, kamsamnida,” ucapku sambil menoleh ke arah Taemin. Taemin yang sedang mengawasi keadaan di luar dari celah jendela tidak mendengar ucapanku. Aku tersenyum melihat mimiknya yang begitu serius. Rasanya lain sekali dari image magnaenya yang imut. Aku pun menghampirinya.
“Apa mereka masih ada disana, oppa?” tanyaku pelan sambil menepuk bahunya.
“Masih,” jawabnya tanpa menoleh ke arahku. “Kau duduk saja disana,” ucapnya sambil menunjuk ke sudut yang tidak terlihat dari luar, “istirahatlah.”
“Ne,” kataku sambil mengangguk. Aku pun menuju sudut yang ditunjukkan oleh Taemin. Aku lalu duduk bersandar pada tumpukan meja dan kursi bekas yang memang banyak terdapat disitu. Kuluruskan kakiku yang sedari tadi kupaksakan untuk berlari. Hhhh, leganya.
Krek!
Aku menoleh cepat. Suara apa tadi? Aku melihat ke arah Taemin yang masih meringkuk di dekat jendela. Tidak ada tanda-tanda kalau suara itu berasal darinya. Lagipula suara tadi lebih mirip suara kayu patah.
Tunggu dulu! Kayu?
Aku memberanikan diri menoleh ke tumpukan meja dan kursi bekas di belakangku yang hampir semuanya terbuat dari kayu. Kuedarkan pandanganku ke sela-sela tumpukan itu. Dan betapa terkejutnya aku saat aku melihat beberapa pasang mata tengah memperhatikanku.
“Kyaaaaaaaaa~mmph!” jeritku tertahan karena sudah keburu dibekap oleh seseorang. Aku panik. Aku menggeliat membebaskan diri. Tapi percuma, orang itu sangat kuat. Karena itu aku gigit tangannya.
“AW! Dia menggigitku!” pekik orang itu kesakitan. Memang, aku menggigitnya kuat-kuat. Mungkin berdarah.
“Hyung?! Sedang apa kalian disini?” seru Taemin kaget melihat keempat hyungnya berkumpul di tempat ini.
“Eh? Hyung?” gumamku bingung. Astaga, jangan-jangan… YA AMPUN! Ternyata yang memandangku tadi itu SHINee! Dan yang kugigit tadi… Minho! Astaga! Kenapa jadi begini?
“Mianhae! Jeongmal mianhae!” seruku pada Minho sambil membungkuk berkali-kali. “Aku benar-benar tidak tahu kalau itu oppa. Mianhae!”
“Sudahlah, tidak apa-apa,” ucap Minho.
“Makanya, jangan sembarang membekap orang seperti itu,” ucap Key.
“…” Minho melirik sinis Key.
“Apa?” ucap Key.
“Aku membekapnya agar teriakkannya tidak terdengar ke luar,” sergah Minho membela diri. “Kalau kita ketahuan bagaimana?”
Minho masih memegangi tangannya yang berdarah tadi. Melihat itu, aku jadi tambah merasa bersalah. Kubuka tasku dan kuambil sapu tanganku beserta sebotol alcohol kecil yang memang biasa kubawa kemana-mana.
“Oppa, sini, biar kuobati tanganmu,” ucapku. Walaupun agak terkejut, Minho mengulurkan tangannya. Akupun segera mengobati tangannya.
“Bagaimana kau bisa mendapatkan semua ini?” tanya Jonghyun heran. “Kau membawanya?”
“Ne,” jawabku singkat. Jantungku berdegup kencang sekali, rasanya seperti mimpi dikelilingi oleh lima namja tampan seperti mereka. Tapi kalaupun ini benar-benar mimpi, aku berharap tidak akan bangun lagi.
“Nah, sudah selesai,” ucapku begitu tangan Minho sudah kubersihkan dan kubalut dengan sapu tanganku.
“Gomawo, eh, ngg” ucap Minho kelihatan bingung.
“Eunjung. Kau bisa memanggilku Eunjung,” kataku.
“Oh, ya. Gomawo, Eunjung,” ulang Minho.
“Gwenchanayo, lagipula oppa terluka karena aku juga,” jawabku.
“Apa yang kalian lakukan disini?” tanya seseorang tiba-tiba mengagetkan kami. Ternyata Hyunshik-songsaengnim, guru olahragaku. Sepertinya ia baru selesai mengajar, dilihat dari penampilannya yang sedikit keringatan dalam baju trainingnya. Ditangannya pun masing-masing sedang memegang bola basket. Ia datang bersama beberapa siswa yang juga membawa beberapa bola basket. Pasti mereka ingin menyimpan bola-bola itu kembali.
“Hhhh, untung namja…” gumamku lega.
“Apa kau bilang, Eunjung?” tanya Hyunshik-songsaengnim lagi. Pendengarannya memang tajam sekali.
“Ah, anio… aku tidak bilang apa-apa,” jawabku buru-buru. Tadinya aku mau bilang ‘Untungnya namja yang ia bawa, coba para yeoja genit itu yang ia bawa, pasti langsung ribut lagi’.
No comments:
Post a Comment